Menanti-nantikan Penggenapan Janji Itu
Pasal 11
Menanti-nantikan Penggenapan Janji Itu
1, 2. (a) Apa yang masih akan terjadi menurut ”firman Allah” yang tak dapat berubah, dan pertanyaan-pertanyaan apa yang timbul? (b) Bagaimana rasul Petrus melukiskan apa yang akan terjadi atas orde lama yang ada sekarang ini?
SUATU perubahan atas seluruh susunan dunia ini segera akan terjadi. Setiap segi kehidupan manusia pasti akan dipengaruhinya. Perubahan ini tak dapat dielakkan karena ”firman Allah” yang tidak dapat gagal telah menetapkan akhir dari langit dan bumi yang ada sekarang ini dan akan digantikan oleh suatu langit yang baru dan bumi baru yang gemilang. Apa artinya perkembangan ini bagi kita? Bagaimana kita dapat menunjukkan bahwa dalam kehidupan ini kita benar-benar menantikan penggenapan dari hal-hal yang Allah Yehuwa janjikan?
2 Setelah menyebut tentang air bah sedunia pada zaman Nuh, rasul Petrus menulis: ”Tetapi segala langit yang ada ini serta bumi ini ditaruhkan untuk api oleh firman itu juga, tersedia sehingga hari hukuman dan kebinasaan segala orang fasik.” (2 Petrus 3:7, Bode) Rasul itu selanjutnya mengatakan bahwa ”langit akan lenyap dengan bunyi yang mendesis, tetapi unsur-unsurnya akan hancur karena luar biasa panas, dan bumi serta hasil pekerjaan manusia di dalamnya akan disingkapkan”.—2 Petrus 3:10, NW.
3. Berdasarkan uraian kitab Kejadian, kesimpulan logis apa yang harus kita tarik mengenai alam semesta yang kelihatan, termasuk bumi kita?
3 Berdasarkan kata-kata terilham ini, apakah kita harus menarik kesimpulan bahwa bumi kita maupun matahari, bulan dan bintang-bintang yang aksara akan dihancurkan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mempertimbangkan pandangan Allah berkenaan hasil karyaNya sendiri. Mengenai akhir dari masa penciptaan, uraian kitab Kejadian menceritakan kepada kita: ”Maka Allah melihat segala yang dijadikanNya itu, sungguh amat baik.” (Kejadian 1:31) Manusia pertama mempunyai harapan untuk hidup bahagia selama-lamanya di atas bumi, asalkan mereka tetap taat. (Kejadian 2:16, 17; 3:3) Baik secara langsung maupun tidak langsung, uraian kitab Kejadian tidak pernah menyatakan bahwa bumi hanya akan menjadi tempat tinggal sementara bagi manusia, yang akhirnya akan dihancurkan pada suatu hari penghukuman di masa depan. Maka masuk akal bahwa Allah bermaksud supaya seluruh alam semesta yang kelihatan, termasuk bumi kita, kekal untuk selama-lamanya.
4. (a) Perbedaan apa yang dibuat oleh Petrus sehubungan dengan keadaan sebelum dan setelah Air Bah? (b) Air Bah tidak menyebabkan apa?
4 Lagi pula, rasul Petrus membuat perbedaan antara (1) ’langit dari dahulu kala dan bumi yang dijadikan dari pada air di tengah-tengah air’ dan (2) ”langit dan bumi yang sekarang”. (2 Petrus 3:5, 7, NW) Namun, bumi yang ada sebelum Air Bah tidak lain dari planet yang sama yang kini masih ada. Air bah memang menghasilkan perubahan-perubahan dalam bentuk yang kelihatan pada bumi ini. Karena air tidak lagi terbentang jauh di atas permukaan bumi, maka rupa alam semesta yang kelihatan dari sudut pandangan manusia juga berubah. Akan tetapi, perubahan-perubahan ini hanyalah akibat sampingan dari Air Bah. Maksud air bah dulu bukanlah untuk menghancurkan planet yang aksara melainkan membinasakan masyarakat manusia yang jahat di luar bahtera. Dengan air bah, semua pekerjaan dan rancangan yang telah dibuat oleh masyarakat manusia yang jahat dimusnahkan.
5. Supaya ada persesuaian dengan air bah sedunia dulu, apa yang harus terjadi pada hari pembalasan?
5 Karena itu, supaya ada persesuaian dengan air bah sedunia, segala sesuatu yang ada hubungannya dengan masyarakat manusia yang jahat dewasa ini harus lenyap, seolah-olah dimakan habis oleh api. Ya, seluruh rancangan manusia yang dibuat sesudah Air Bah telah dibiarkan untuk dibinasakan pada hari penghukuman atau pembalasan.
6. Apakah orde lama ini akan diakhiri oleh ”api” aksara?
6 ”Api” di sini dipakai sebagai lambang dari kebinasaan total, dan hal ini ditegaskan oleh Alkitab. Dalma buku Wahyu, Yesus Kristus digambarkan sebagai seorang raja yang sedang berperang. Dikatakan bahwa peperangan tersebut menyebabkan mayat-mayat bergelimpangan di seluruh permukaan bumi, untuk dimakan habis oleh burung-burung pemakan bangkai. (Wahyu 19:15-18) Gambaran semacam itu tidak dapat digenapi sama sekali jika planet ini secara aksara dihanguskan menjadi debu.
7. Apa yang ditunjukkan oleh kata-kata dalam 2 Petrus 3:10 mengenai kebinasaan mendatang?
7 Karena itu, lukisan Petrus mengenai kehancuran langit dan bumi yang ada sekarang ini memaksudkan kebinasaan dari masyarakat manusia yang jahat. Pemerintahan-pemerintahan bikinan manusia yang telah berkuasa seperti ”langit” atas masyarakat manusia, akan lenyap. (Bandingkan dengan Yesaya 34:2-5; Mikha 1:3, 4.) Kehancuran ini akan menimbulkan ”bunyi yang mendesis” seperti uap yang keluar dari dalam ruang yang mendapat tekanan. Bunyi tersebut makin lama makin hebat. ”Unsur-unsurnya”, yaitu roh atau semangat yang menggerakkan umat manusia yang jahat untuk berpikir, merencanakan, berbicara dan bertindak dengan cara yang mencela Allah akan dilebur atau dimusnahkan. (Bandingkan dengan Kisah 9:1; Efesus 2:1-3.) Ini berarti akhir dari semua filsafat, teori, penyelenggaraan dan rencana-rencana yang mencerminkan semangat umat manusia yang jauh dari Yang Mahatinggi. ”Bumi serta hasil pekerjaan manusia di dalamnya akan disingkapkan” atau dinyatakan layak untuk dibinasakan. Tak seorang pun anggota masyarakat manusia yang jahat, yaitu ”bumi”, yang dapat meluputkan diri. (Bandingkan dengan Kejadian 11:1; Yesaya 66:15, 16; Amos 9:1-3; Zefanya 1:12-18.) Semua pekerjaan manusia yang jahat—lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi maupun apa yang telah dibangun sehubungan dengan hal-hal tersebut—akan ternyata tidak diperkenan ilahi, untuk dibuang seperti sampah yang tidak berharga.
8. Karena setiap bagian dari susunan yang ada sekarang ini akan dibinasakan, nasehat Petrus yang manakah harus kita camkan?
8 Karena itu, sebagai hamba-hamba Allah, cara hidup kita hendaknya menunjukkan kepercayaan yang sungguh bahwa setiap bagian dari susunan yang jahat sekarang ini akan lenyap untuk selama-lamanya. Inilah yang dianjurkan oleh rasul Petrus untuk kita lakukan:
”Mengingat semua perkara ini akan dihancurkan secara demikian, sepatutnyalah kamu menjadi orang-orang yang bertingkah laku kudus dan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pengabdian yang saleh, menantikan dan terus menaruh kehadiran hari Yehuwa dalam pikiran; pada hari itu langit akan hancur karena terbakar dan unsur-unsurnya akan meleleh karena luar biasa panas!”—2 Petrus 3:11, 12, NW.
9. Hanya siapakah akan hidup melampaui kebinasaan yang akan datang, dengan pengharapan mendapat berkat-berkat yang kekal?
9 Manakala setiap bagian dari susunan ini dimusnahkan oleh ”api” kemurkaan Allah yang dinyatakan melalui Yesus Kristus, maka hanya orang-orang yang terbukti memiliki tingkah laku yang benar dan saleh saja yang akan selamat. Ibadat yang sejati arus aktif, tidak hanya dinyatakan dengan tidak melakukan perbuatan salah tertentu. Meskipun memelihara kebersihan moral dan rohani penting, kita juga mempunyai kewajiban untuk membuktikan kasih kepada sesama. Kita harus rela, berkeinginan untuk membantu mereka secara jasmani dan rohani. Ini menghasilkan sukacita yang besar, karena ”adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima”.—Kisah 20:35.
PERBUATAN-PERBUATAN YANG MENUNJUKKAN BAHWA KITA SADAR AKAN MENDEKATNYA AKHIR ITU
10. Mengingat mendekatnya ”kesudahan segala sesuatu”, nasehat apakah yang Petrus berikan?
10 Kata-kata rasul Petrus berikut ini menekankan apa yang perlu kita lakukan mengingat mendekatnya ”kesudahan segala sesuatu”: ”Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang [siap siaga, NW], supaya kamu dapat berdoa. Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa. Berilah tumpangan seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut.”—1 Petrus 4:7-9.
11. Apa yang diperlukan agar kita tetap dapat ”menguasai diri”?
11 Selaras dengan nasehat ini, agar tetap bersih secara moral atau mempunyai tingkah laku yang benar dan giat memajukan kesejahteraan rohani orang-orang lain, kita perlu ’menguasai diri’. Untuk itu kita perlu tetap siap siaga, tidak membiarkan diri dikuasai emosi sehingga menjadi tidak seimbang secara mental. Kita harus menyadari hal-hal mana yang benar-benar penting dalam hidup ini, sehingga kita memiliki perasaan yang seimbang mengenai apa yang layak didahulukan.—Filipi 1:9, 10.
12. (a) Mengapa penting untuk ”siap siaga” dalam doa? (b) Bagaimana Petrus menghargai pentingnya hal ini berdasarkan pengalamannya sendiri?
12 Jika kita ingin tetap menjadi hamba-hamba Allah yang setia, kita tidak dapat mengharapkan sukses dengan kekuatan kita sendiri. Kita harus mengharapkan bantuan dari Allah Yehuwa, ’siap siagalah dalam doa’. Dari pengalaman pribadi, rasul Petrus belajar mengenai pentingnya untuk ”siap siaga sehubungan dengan doa” (NW), berjaga-jaga atau siap berdoa. Tepat sebelum Yesus Kristus ditangkap oleh segerombolan orang yang bersenjata di taman Getsemani, Putra Allah menganjurkan Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk berdoa agar mereka tidak menjadi korban godaan. Namun, ketiga rasul itu semuanya tertidur pada saat yang gawat. (Matius 26:36-46; Markus 14:32-42; ) Karena Petrus tidak tetap ”siap siaga” untuk berdoa, ia menjadi lemah dan akhirnya menyangkal Yesus Kristus tiga kali. ( Lukas 22:39-46Yohanes 18:17, 18, 25-27) Padahal, sebelumnya, Petrus dengan yakin telah mengatakan: ”Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!” (Lukas 22:33) ”Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.”—Matius 26:33.
13. Apa yang dapat kita pelajari dari pengalaman Petrus ketika ia tidak ’siap siaga dalam doa’?
13 Apa yang terjadi atas Petrus menjadi pelajaran penting bagi kita. Hal itu mengingatkan kita akan bahayanya terlalu yakin pada diri sendiri. Mengingat keterbatasan dan kelemahan kita, hanyalah dengan bantuan ilahi kita dapat berhasil menolak godaan. Karena itu, hendaklah kita tetap berdoa dengan pikiran yang siap siaga dan biarlah hati kita dipenuhi dengan kasih yang tak tergoyahkan kepada Allah Yehuwa dan Yesus Kristus.
14. Apakah seharusnya motif kita dalam memenuhi tanggung jawab Kristen, dan bagaimana hal ini nyata dalam pergaulan kita dengan saudara-saudara seiman?
14 Di samping tetap siap siaga dan seimbang sebagai murid-murid Kristus, patut kita pikirkan apakah kita digerakkan oleh kasih dalam memenuhi tanggung jawab kita. (1 Korintus 13:1-3) Rasul Petrus menganjurkan agar kita memiliki ’kasih yang sungguh-sungguh’ terhadap saudara-saudara seiman kita. Kasih yang sungguh-sungguh itu ditunjukkan dengan semangat suka mengampuni. Jadi kita tidak akan membesar-besarkan kesalahan saudara-saudara kita ataupun terlalu memperhatikan kekurangan mereka. Kita tidak akan mencari-cari kesalahan, dengan mencoba menyoroti terlalu jauh pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang lain. Dengan suka mengampuni, kasih kita akan menutupi banyak dosa sebaliknya dari pada menyingkapkan agar semuanya dilihat oleh orang-orang lain.
15. Mengapa penting untuk mempraktekkan sifat suka memberi tumpangan, dan sikap yang bagaimana harus menyertainya?
15 Kasih dapat juga dinyatakan dengan rela memberi tumpangan. Betapa menyenangkan untuk dapat membagi makanan dan kebutuhan sehari-hari kepada orang-orang lain, terutama kepada mereka yang memerlukannya! (Lukas 14:12-14) Apabila saudara-saudara seiman kita kehilangan segala sesuatu karena bencana alam atau penganiayaan, mungkin kita harus menampung mereka dalam rumah kita untuk jangka waktu yang cukup lama. Mungkin ini akan banyak mengurangi kesenangan kita, dan mungkin kita cenderung mengeluh karena bertambahnya beban keuangan dan tenaga yang harus dikeluarkan. Pada saat-saat semacam itu kita patut waspada agar tidak menggerutu karena harus berulang kali memberi tumpangan, dengan menyadari bahwa ini suatu cara yang bagus untuk menunjukkan kasih kita kepada orang-orang yang Allah kasihi.
16, 17. (a) Bagaimana kita sepatutnya memandang karunia-karunia yang kita terima? (b) Sikap bagus manakah yang Paulus anjurkan dan yang ia sendiri praktekkan?
16 Kita semua memang mendapat karunia-karunia yang dapat kita pergunakan untuk kefaedahan orang lain. Jika kita ingin tetap menjadi hamba-hamba Allah yang diperkenan, kita harus menggunakan karunia-karunia ini dengan rela dan senang hati. Kita akan bersikap bijaksana, dengan tidak membandingkan diri kita dengan orang-orang lain. Maka kita tidak menjadi kecil hati jika melihat orang-orang lain dapat berbuat jauh lebih banyak. Sebaliknya, kita tidak akan merasa diri unggul jika kita dapat berbuat lebih banyak dari pada orang lain dalam suatu segi kegiatan. (Galatia 6:3, 4) Perhatikan apa yang dikatakan oleh rasul Petrus: ”Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.” (1 Petrus 4:10) Selaras dengan hal itu, kita bertanggung jawab untuk menggunakan sepenuhnya karunia-karunia apapun yang kita miliki. Dengan kasih karunia Allah kita menjadi sebagaimana adanya kita ini dan memiliki apa yang kita miliki sekarang. Karena itu, seluruh tenaga, kesanggupan dan bakat kita dapat dipandang sebagai karunia yang dianugerahkan kepada kita oleh kasih karunia Yehuwa, untuk digunakan demi kepujian dan kehormatan Yang Mahatinggi.
17 Rasul Paulus menekankan sikap yang benar melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini: ”Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?” (1 Korintus 4:7) Meskipun Paulus sendiri dapat berkata bahwa ia ”bekerja lebih keras” dari pada semua rasul lainnya, ia tidak memuji diri sendiri melainkan menambahkan, ”tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku”.—1 Korintus 15:10.
18. Dengan cara bagaimana kita harus menggunakan karunia kita?
18 Sebagai pelayan-pelayan yang setia, hendaknya kita berminat untuk menggunakan sepenuhnya karunia apapun yang kita miliki, untuk membantu orang-orang lain secara rohani dan materi. Cara kita melakukannya juga sangat penting. Mengenai hal ini, Petrus menulis:
”Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.”—1 Petrus 4:11.
19. Bagaimana kita dapat memuliakan Allah pada waktu kita membantu orang-orang lain secara rohani dan materi?
19 Jadi, dalam membantu orang-orang lain secara rohani, hendaknya kita berbicara sedemikian rupa sehingga menunjukkan bahwa kata-kata berisi penghiburan dan kasih yang kita ucapkan berasal dari Allah Yehuwa. Sebagai hasilnya, pengabaran dan pengajaran kita akan membina dan tidak menimbulkan rasa rendah diri dan malu pada orang-orang yang kita bantu. Demikian pula, dalam memberikan waktu dan tenaga kita untuk membantu orang lain secara jasmani, kita hendaknya bersandar pada kekuatan Allah. Dengan demikian kesanggupan kita sendiri tidak akan ditonjolkan, tetapi akan nyata bahwa Allah menggunakan kesanggupan kita untuk berbuat baik. Sebagai hasilnya, Bapa surgawi kita akan dimuliakan. (1 Korintus 3:5-7) Bila kemuliaan dan kehormatan sedemikian diberikan kepada Bapa melalui kita sebagai murid-murid PutraNya, Allah Yehuwa ’dimuliakan karena Yesus Kristus’. Ya, Yang Mahatinggilah yang memberikan kita kesanggupan dan kekuatan untuk berbuat baik.
20. Mengapa sepatutnya kita menantikan kedatangan hari besar Yehuwa, dan dengan demikian apa yang harus kita lakukan?
20 Dengan menggunakan waktu, harta dan tenaga kita untuk membantu orang-orang lain, kita membuktikan bahwa kita siap siaga secara rohani, siap menghadap hari besar Yehuwa. Sebenarnya, bila kita sadar bahwa Yesus Kristus bisa datang setiap waktu sebagai pelaksana pembalasan ilahi kita dapat tergugah untuk tetap waspada secara rohani. Itulah sebabnya kita ingin tetap mengingat bahwa hari besar Yehuwa pasti datang. Hari itu akan membuka kesempatan-kesempatan yang menakjubkan bagi semua murid yang loyal dari Yesus Kristus. Karena itu kita dapat dan patut menantikannya dengan penuh pengharapan. Hari Yehuwa akan membebaskan kita untuk selama-lamanya dari ketidakadilan dan tekanan-tekanan sistem masyarakat sekarang ini, agar kita dapat menikmati berkat-berkat ”langit yang baru dan bumi yang baru”. Betapa pentingnya agar kita tetap ”mengingat” hari itu, ya, sangat menginginkannya! (2 Petrus 3:12, 13) Bila kita bergairah dalam memberitakan maksud tujuan Allah kepada orang-orang lain, kita membuktikan sikap yang benar. Menjadi jelas bahwa kita yakin akan kedatangan hari Yehuwa dan bahwa orang-orang lain perlu mengetahuinya serta mengambil tindakan selaras dengan pengetahuan yang penting ini.
21. (a) Mengenai apa kita dapat merasa pasti sehubungan dengan janji Allah tentang suatu ”langit yang baru dan bumi yang baru”? (b) Bagaimana seharusnya hal ini mempengaruhi kita?
21 Janji Allah mengenai ”langit yang baru dan bumi yang baru”, yang pertama-tama dinyatakan melalui nabi Yesaya, akan digenapi sepenuhnya. (Yesaya 65:17; 66:22) Pemerintahan yang adil yang dijalankan oleh Yesus Kristus beserta rekan-rekannya sebagai imam-imam dan raja-raja atas suatu masyarakat bumi yang diselaraskan dengan hukum ilahi haru menjadi kenyataan. (Wahyu 5:9, 10; 20:6) Kepastian ini dapat menggerakkan kita untuk bertindak, mendorong kita untuk berusaha sekuat tenaga supaya termasuk di antara orang-orang yang ikut menikmati berkat-berkat yang akan dihasilkannya. Rasul Petrus menasehatkan: ”Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia.” (2 Petrus 3:14) Sebagai hamba-hamba Allah, kita sangat ingin untuk diperkenan oleh Yesus Kristus, agar tidak bercela atau dinodai oleh sikap, haluan dan perbuatan-perbuatan duniawi. Kita ingin bebas dari noda dosa. Dosa mengganggu perdamaian kita dengan Allah. Maka biarlah kita tetap berada dalam keadaan yang memungkinkan dosa-dosa kita dapat ditebus. Dengan demikian akan terbukti bahwa kita ’berdamai dengan Dia’ pada kedatangan hari besarNya.
MENGHARGAI KESABARAN ILAHI
22. Mengapa hendaknya kita jangan menjadi tidak sabar berkenaan penggenapan janji Allah?
22 Sepatutnyalah kita menantikan ”langit yang baru dan bumi yang baru”, dan tidak menjadi kurang sabar karena janji itu belum menjadi kenyataan. Justru karena hari besar Yehuwa belum datang sampai sekarang, kita sendiri mendapat kesempatan untuk selamat. Rasul Petrus menyatakan:
”Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.”—2 Petrus 3:15, 16.
23. (a) Mengapa kita hendaknya jangan menyalahgunakan kesabaran Allah? (b) Di abad pertama, bagaimana beberapa orang tidak menyadari alasan dari kesabaran Allah?
23 Sebagai orang-orang yang menghargai kesabaran Yehuwa, kita perlu berhati-hati untuk tidak menyalahgunakannya, dengan membenarkan suatu haluan yang tamak berdasarkan pendapat bahwa hari besar Allah mungkin masih jauh. Di abad pertama M., ada orang-orang beriman yang ternyata berbuat demikian. Rasul Petrus menyebut mereka sebagai ”orang yang tidak mendapat pengajaran [NW] dan yang tidak teguh imannya”, yang tidak mempunyai pengertian yang jelas tentang Firman Allah dan tidak kuat dalam ajaran-ajaran serta perbuatan-perbuatan Kristen. Orang-orang ini bahkan mencoba menggunakan pernyataan-pernyataan dari surat-surat rasul Paulus yang terilham maupun bagian-bagian lain dari Alkitab untuk memaafkan tingkah laku mereka yang salah. Mungkin mereka mengemukakan bahwa apa yang ditulis oleh Paulus mengenai suara hati nurani dan perihal dibenarkan oleh iman dan bukan oleh pekerjaan menurut hukum Musa, memberikan kebebasan bagi segala tindakan yang bertentangan dengan kehendak Allah. (Bandingkan dengan Roma 3:5-8; 6:1; 7:4; 8:1, 2; Galatia 3:10.) Mereka mungkin menyalahgunakan pokok-pokok sebagai berikut:
”Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan (Galatia 5:1) ”Segala sesuatu halal bagiku.” (1 Korintus 6:12) ”Bagi orang suci semuanya suci.” (Titus 1:15)
Namun, mereka mengabaikan apa yang juga dikatakan Paulus:
”Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ’Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!’” (Galatia 5:13, 14) ”Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.”—1 Korintus 10:24.
24. Mengapa kita harus menjaga pergaulan kita bahkan dalam sidang?
24 Seperti halnya dalam sidang abad pertama, dewasa ini pun ada orang-orang yang memperluas batas-batas kebebasan Kristen sehingga mereka kembali diperbudak oleh dosa. Karena itu, perlu waspada mengenai pergaulan kita, agar kita tidak terkena pengaruh buruk dan disesatkan. Petrus membawa perhatian kita kepada kenyataan ini. Ia menulis: ”Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini sebelumnya. Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh.”—2 Petrus 3:17.
MEMBUAT KEMAJUAN SEBAGAI ORANG KRISTEN
25, 26. Setelah memperoleh iman, apa yang harus kita lakukan selaras dengan 2 Petrus 1:5-7?
25 Agar kita tidak kehilangan berkat-berkat yang Allah Yehuwa sediakan, kita perlu membuat kemajuan dalam kehidupan dan kegiatan Kristen. (2 Petrus 3:18) Dengan berbuat demikian kita bertindak selaras dengan anjuran rasul Petrus:
”Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.”—2 Petrus 1:5-7.
26 Melalui PutraNya, Allah Yehuwa telah memberi kita kemampuan untuk memiliki iman. Jadi, sebagai reaksi dari pihak kita, atau sebagai akibat dari apa yang telah dilakukan demi kepentingan kita, sepatutnyalah kita ingin memperkembangkan sifat-sifat bagus lainnya yang membuktikan bahwa kita mempunyai iman yang sejati. Ini kita lakukan dengan membiarkan Firman Allah dan rohNya bekerja sepenuhnya dalam kehidupan kita. (2 Petrus 1:1-4) Rasul Petrus menasehatkan agar kita ”dengan sungguh-sungguh berusaha”, berusaha keras dengan rajin, dengan segenap kekuatan yang kita miliki, bekerja sama dalam pekerjaan Bapa surgawi kita yang bertujuan untuk menjadikan kita orang-orang Kristen yang sempurna.—Bandingkan dengan 1 Korintus 3:6, 7; Yakobus 1:2-4.
27. Apa artinya menambah kebajikan pada iman kita?
27 Menambahkan kebajikan pada iman kita berarti berusaha untuk menjadi orang-orang yang bermoral tinggi dalam meniru Kristus, Teladan kita. Kebajikan sedemikian atau moral yang tinggi adalah suatu sifat yang positif. Pemiliknya tidak hanya menjauhi perbuatan yang jahat atau yang merugikan sesamanya tetapi juga berusaha berbuat baik, memberi tanggapan positif terhadap kebutuhan-kebutuhan rohani, jasmani dan emosi dari orang-orang lain.
28. Mengapa penting untuk bertumbuh dalam pengetahuan?
28 Moral yang tinggi tidak dapat dipisahkan dari pengetahuan. Kita membutuhkan pengetahuan untuk membedakan yang bear dari yang salah. (Ibrani 5:14) Hal itu juga penting untuk menilai bagaimana kita seharusnya menyatakan kebaikan yang positif dalam keadaan tertentu. (Filipi 1:9, 10) Tidak seperti sifat mudah percaya yang meremehkan atau bahkan bertentangan dengan pengetahuan, iman yang mempunyai dasar yang kuat bersandar pada dan selalu didukung oleh pengetahuan. Karena itu, jika kita rajin menerapkan Alkitab, iman kita akan dikuatkan seraya kita terus bertumbuh dalam pengetahuan akan Allah Yehuwa dan PutraNya.
29. (a) Mengapa pengetahuan penting untuk memupuk pengendalian diri? (b) Apa hubungan antara pengendalian diri dan ketekunan?
29 Pengetahuan ini akan mengekang agar kita tidak menyerah kepada hawa nafsu yang berdosa, atau bertindak melampaui batas dan tanpa kendali, atau melakukan kesalahan-kesalahan lain yang serius karena tidak mencerminkan gambar ilahi dalam sikap, tutu kata dan tindakan. Pengetahuan membantu kita memiliki pengendalian diri, yaitu kesanggupan untuk mengekang pribadi, tindakan dan tutur kata kita. Dengan tetap mempraktekkan pengendalian diri, kita akan memiliki sifat yang penting yaitu ketekunan. Kekuatan batin yang dihasilkan oleh ketekunan juga dapat membantu kita untuk tidak menyerah kepada hawa nafsu yang berdosa, tidak berkompromi bila menderita penganiayaan atau menjadi terlalu sibuk dalam urusan sehari-hari, kesenangan maupun harta benda. Ketekunan ini diperoleh dengan bersandar kepada kekuatan dan bimbingan dari Yang Mahatinggi.—Bandingkan dengan Filipi 4:12, 13; Yakobus 1:5.
30. (a) Apakah artinya kesalehan, dan bagaimana hal itu dinyatakan? (b) Apa yang menunjukkan bahwa kesalehan tidak dapat dipisahkan dari kasih kepada saudara-saudara?
30 Kesalehan atau sifat terhormat harus ditambahkan pada ketekunan. Sikap sedemikian membedakan segenap haluan hidup seorang Kristen yang sejati. Ini diwujudkan dalam sikap respek dan hormat yang benar kepada Pencipta dan respek serta perhatian yang sungguh-sungguh kepada orang tua atau orang-orang lain yang layak mendapat hormat. (1 Timotius 5:4) Namun, tanpa kasih akan saudara-saudara, tidak akan ada kesalehan. Rasul Yohanes mengatakan:
”Jikalau seorang berkata: ’Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1 Yohanes 4:20)
Seseorang yang membanggakan kehormatan dan kesalehannya sendiri, namun masih jauh dari cukup jika ia tidak memperlihatkan kasih, kebaikan dan keramahan kepada saudara-saudaranya. Kita tidak dapat bersikap hangat kepada Allah dan dingin terhadap saudara-saudara kita.
31. Kepada siapakah kasih harus diperlihatkan, dan mengapa?
31 Kasih adalah sifat yang terkemuka yang terutama harus nyata dalam hidup kita. Kasih semacam ini tidak akan dibatasi hanya terhadap saudara-saudara Kristen. Meskipun kita harus mengasihi saudara-saudara seiman, kasih juga harus ditunjukkan kepada semua manusia. Kasih ini tidak bergantung pada keadaan moral orang tersebut. Kasih harus ditunjukkan bahkan terhadap musuh-musuh kita, terutama dinyatakan dalam keinginan untuk membantu mereka secara rohani.—Matius 5:43-48.
32. Apa hasilnya jika kita menerapkan nasehat dalam 2 Petrus 1:5-7?
32 Apa hasilnya jika kebajikan, pengetahuan, pengendalian diri, ketekunan, kesalehan, kasih kepada saudara-saudara dan kasih akan sesama ditambahkan pada iman? Rasul Petrus menjawab: ”Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (2 Petrus 1:8) Maka kita tidak akan berdiam diri, pasif, mati secara rohani. Jika sifat-sifat yang saleh itu tertanam dalam hati kita, benar-benar menjadi bagian diri kita, pasti kita akan digerakkan untuk berpikir, berbicara dan bertindak dengan cara yang diperkenan ilahi. (Bandingkan dengan Lukas 6:43-45.) Jika memang demikian dengan diri kita, kedatangan Yesus Kristus untuk berkuasa penuh atas hal ihwal bumi akan menjadi permulaan dari berkat-berkat yang jauh lebih besar dari pada yang dapat kita bayangkan sekarang.
33-35. Manfaat apa yang kita petik dengan hidup sebagai murid-murid Yesus Kristus?
33 Karena itu, semoga kita sekali-kali tidak menjadi lengah dalam tingkah laku atau dalam melaksanakan tanggung jawab Kristen, termasuk pekerjaan penting untuk mengumumkan berita Allah kepada orang-orang lain. Jika kita telah memilih untuk hidup sebagai murid-murid Yesus Kristus, kita dapat menikmati hati nurani yang bersih dan pergaulan yang sehat dengan saudara-saudara seiman. Kita dapat memperoleh bantuan Allah yang menguatkan pada masa-masa ujian, dan hubungan kita dengan orang-orang lain akan makin baik seraya kita bersungguh-sungguh menerapkan prinsip-prinsip Alkitab.
34 Tidak akan ada suatu segi apapun dalam kehidupan ini—di rumah, di tempat pekerjaan, dalam menghadapi para pejabat pemerintah dari segala tingkatan—yang tidak akan mendapat pengaruh baik jika kita berjuang mengikuti Firman Allah. Kita juga akan lebih menyadari pentingnya mengunjungi sebanyak mungkin orang sambil membawa berita penghiburan Alkitab dengan sepenuh hati. Kita akan mendapat kebahagiaan besar dan kepuasan sejati dalam memenuhi kebutuhan sesama, terutama kebutuhan rohani mereka.
35 Yang paling penting dari segalanya, hidup sebagai murid-murid yang sejati dari Yesus Kristus adalah satu-satunya haluan yang berisi janji akan suatu masa depan yang kekal dan bahagia. Tentu kita tidak ingin kehilangan apa yang telah kita peroleh. Semoga tiap hari kita didapati dalam keadaan siap menyambut kedatangan Majikan kita sebagai raja yang berkemenangan penuh. Hanya dalam keadaan demikian kita dapat ikut menikmati sukacita yang tak terhingga, karena kita telah memilih untuk berpegang teguh pada pembaktian kita untuk melayani Allah Yehuwa dengan setia.
[Pertanyaan Pelajaran]