Langsung ke konten

Langsung ke daftar isi

Bagaimana Impian Saya Terwujud

Bagaimana Impian Saya Terwujud

Bagaimana Impian Saya Terwujud

SEBAGAIMANA DICERITAKAN OLEH ALENA Z̆ITNÍKOVÁ

Sewaktu saya dibesarkan di Cekoslovakia, negara satelit Soviet, keluarga kami menanti-nantikan dunia yang penuh damai sesuai dengan janji Komunisme. Akan tetapi, impian komunisme, yaitu menciptakan suatu masyarakat yang bahagia dan bersatu, sirna saat Uni Soviet runtuh pada tahun 1991. Izinkan saya menceritakan bagaimana impian saya terwujud melalui cara lain.

PADA tanggal 12 September 1962, saya dilahirkan dalam sebuah keluarga Komunis yang fanatik di Horní Benešov, sebuah desa kira-kira 290 kilometer dari Praha. Ayah saya meyakini ideologi Komunis dan hidup sesuai dengannya. Ia juga membesarkan saya dan dua abang saya serta saudari kembar saya menurut ideologi itu. Ia mengajar kami bahwa dengan bekerja keras dan hidup tertib, kami dapat turut mewujudkan masyarakat yang lebih baik. Ia menganggap Komunisme sebagai bentuk pemerintahan terbaik dan mendukungnya secara aktif.

Ayah sering menghadiri pertemuan-pertemuan yang mengelu-elukan Komunisme. Ia membenci agama karena kemunafikan gereja-gereja, dan kami diajari hingga akhirnya percaya bahwa tidak ada Allah. Ayah percaya bahwa suatu waktu nanti, ketika semua orang punya rumah dan cukup makanan, mereka akan menjadi lebih baik dan hidup damai. Itulah prospek indah yang sering saya dengar seraya saya bertumbuh. Saya mempercayai segala sesuatu yang Ayah ajarkan kepada kami, dan saya pun bertekad mendukung Komunisme.

Semasih gadis kecil, saya dipersiapkan untuk menjadi seorang pelopor, sebutan untuk anggota organisasi pemuda Komunis Pelopor Muda. Para pelopor didesak untuk mengembangkan sifat-sifat terpuji dan untuk bersikap patriotik. Sewaktu berumur sembilan tahun, saya mengucapkan sumpah setia pelopor dan diberi sebuah syal merah sebagai tanda pengenal. Saya juga diizinkan mengenakan seragam resmi pelopor pada peristiwa-peristiwa penting. Saya berusaha menjadi seorang pelopor teladan. Apabila saya mendengar teman-teman sekolah mengucapkan kata-kata kasar, saya menegur mereka, mengingatkan bahwa gadis pelopor tidak boleh berbicara seperti itu.

Akan tetapi, akhirnya saya sadar bahwa banyak orang yang mengaku Komunis tidak menjunjung ideologi Komunis. Bukannya melawan kecenderungan manusiawi yang tamak dan dengki, mereka malah mencuri properti publik. Banyak yang menganjurkan orang lain untuk bekerja demi kesejahteraan masyarakat, tetapi mereka sendiri tidak melakukannya. Sebenarnya, pepatah ini menjadi populer, ”Barang siapa tidak mencuri, memiskinkan keluarganya sendiri.” Saya mulai bertanya-tanya, ’Mengapa terdapat begitu banyak kemunafikan? Mengapa begitu sedikit orang yang berupaya keras mendukung ideologi Komunisme yang bagus? Mengapa upaya-upaya sering sekali gagal?’

Waktu untuk Mengkaji Ulang

Sewaktu saya berusia belasan tahun, saya menggunakan sebagian liburan musim panas bersama Alena, teman sekolah saya. Suatu malam, seorang teman Alena yang sudah dewasa bernama Tanya datang mengunjungi kami. ”Saya harus memberi tahu kalian sesuatu yang sangat penting,” kata Tanya. ”Saya telah diyakinkan bahwa Allah ada.” Kami kaget dia bisa menarik kesimpulan seperti itu. Beberapa saat kemudian, kami menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan. ”Kamu punya bukti apa?” ”Seperti apa rupa-Nya?” ”Di mana Dia tinggal?” ”Mengapa Dia tidak berbuat apa-apa?”

Tanya menjawab pertanyaan kami satu per satu. Ia menjelaskan kepada kami bahwa maksud-tujuan Allah yang semula adalah agar bumi ini menjadi suatu rumah firdaus bagi umat manusia, dan ia menguraikan bagaimana maksud-tujuan tersebut pada akhirnya akan terwujud. Ketika ia memperlihatkan kepada kami janji-janji yang terdapat dalam Alkitab mengenai suatu bumi yang bersih dan dihuni oleh orang-orang yang sehat, menyenangkan, serta peduli terhadap satu sama lain, bagi saya, hal itu mirip dengan janji-janji yang selama ini saya percayai. Tetapi, saya yakin bahwa jika Ayah diberi tahu bahwa hal-hal menakjubkan itu akan dicapai melalui Kerajaan Allah—bukan melalui Komunisme—ia pasti tidak akan senang.

Sebenarnya, pernah sekali waktu ketika saya berumur sekitar enam atau tujuh tahun, seorang gadis tetangga mengajak saya ke gereja, tanpa sepengetahuan orang tua saya. Imam di gereja menceritakan sebuah kisah Alkitab, dan saya sangat menyukainya sehingga saya ingin mendapatkan keterangan lebih banyak lagi. Bahkan, saya memperoleh beberapa bahan bacaan keagamaan. Sewaktu saya memberi tahu orang tua saya, mereka melarang saya dengan keras untuk tidak pergi lagi ke gereja, dan mereka memusnahkan semua bacaan yang saya bawa pulang. Untuk menandaskan bahwa ia bersungguh-sungguh, Ayah mencambuk saya.

Setelah itu, Allah tidak pernah disebut-sebut lagi di rumah kami. Saya akhirnya percaya bahwa hanya orang primitif dan tak terpelajarlah yang percaya kepada Allah dan bahwa agama adalah rekaan manusia. Di sekolah, kami diajari bahwa karena ada fenomena yang tidak dapat dimengerti, manusia langsung menciptakan gagasan tentang Allah. Namun, Tanya, seorang wanita intelek—bahkan seorang guru—percaya kepada Allah! ’Pasti, kata-kata Tanya ada benarnya!’ pikir saya.

Tanya berbicara dengan cara yang sangat persuasif sehingga kami diyakinkan bahwa ia sungguh meyakini apa yang ia katakan. Oleh sebab itu, kami bertanya, ”Tanya, apa yang telah membuat kamu yakin bahwa Allah memang benar-benar ada?”

”Alkitab,” jawabnya. ”Semua pertanyaan yang kalian ajukan ada jawabannya dalam Alkitab. Apakah kalian ingin lebih memahaminya?”

Saya tahu bahwa orang tua saya pasti tidak senang jika saya mulai belajar Alkitab. Tetapi, hasrat saya untuk mempelajarinya sangat besar. Oleh karena itu, Tanya memberi saya alamat Ludmila, salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa yang tinggal di dekat rumah kami di Horní Benešov. Seraya saya bersama Ludmila memeriksa janji-janji Allah tentang suatu firdaus di bumi, saya selalu bertanya kepada diri sendiri, ’Apa jaminan yang saya miliki bahwa hal-hal ini akan menjadi kenyataan?’

Ludmila berkata bahwa saya perlu belajar lebih banyak tentang Allah agar dapat percaya kepada-Nya dan janji-janji-Nya. Dari pelajaran kami, saya menjadi yakin bahwa bumi dan banyak bentuk kehidupan yang rumit di atasnya bukanlah hasil dari kebetulan semata. Saya harus mengakui bahwa pastilah ada Pencipta yang sangat cerdas. Saya menyadari betapa logisnya kata-kata Alkitab, ”Setiap rumah dibangun oleh seseorang, tetapi ia yang membangun segala perkara adalah Allah.”—Ibrani 3:4.

Saya ingin keluarga saya mengetahui hal-hal ini. Namun, saya menduga bahwa mereka pasti tidak akan berminat, maka saya tidak memberi tahu mereka. Lalu, pada suatu hari, Ibu menemukan di antara barang-barang pribadi saya selembar halaman yang terlepas dari Alkitab usang yang diberikan kepada saya. Orang tua saya merasa risau.

Percakapan dengan Ayah

Ketika kecurigaan Ayah bahwa saya berhubungan dengan Saksi-Saksi Yehuwa terbukti, ia mengajak saya berjalan jauh. ”Kamu harus segera memutuskan semua hubungan dengan orang-orang itu,” desaknya. ”Kalau tidak, Ayah tidak bisa lagi menjabat sebagai kepala desa. Kamu akan menghancurkan karier Ayah. Ayah harus berhenti dan kembali ke pabrik tempat Ayah dulu bekerja. Kamu akan mendatangkan aib ke atas seluruh keluarga.”

”Tetapi, Ayah, Alkitab adalah buku yang masuk akal, dan Alkitab memuat nasihat-nasihat bagus tentang kehidupan,” saya memohon.

”Tidak, Alenka,” Ayah menjelaskan, ”Ayah tidak pernah butuh Alkitab ataupun Allah agar bisa bahagia. Ayah mengerjakan segala sesuatu dengan kedua tangan Ayah. Tidak ada yang membantu Ayah. Ayah heran, kok kamu bisa mempercayai omong kosong seperti itu! Jalanilah kehidupan yang sebenarnya, menikahlah, dan punya anak, barulah nanti kamu sadar bahwa kamu bisa bahagia tanpa Allah.”

Desakan Ayah cukup berkesan. Untuk beberapa lama, saya mulai meragukan iman saya, yang dasarnya belum kuat. Memang, saya kenal Ayah jauh lebih lama daripada saya mengenal Saksi-Saksi Yehuwa, dan saya selalu merasa aman di rumah. Saya yakin maksud Ayah baik. Saya tahu ia mengasihi saya, maka saya berjanji akan berhenti belajar Alkitab. Tidak lama kemudian, sewaktu berusia 18 tahun, saya lulus sekolah dan pergi ke Praha, ibu kota negara kami, untuk bekerja.

Kehidupan di Praha

Saya mendapat pekerjaan di sebuah bank, dan saya ingin tahu lebih banyak lagi tentang kehidupan yang sebenarnya yang menurut Ayah akan dicapai melalui Komunisme. Akan tetapi, tak lama kemudian saya mendapati bahwa orang-orang kota tidak lebih bahagia daripada orang-orang di desa saya. Bahkan, perbuatan amoral, kemunafikan, pementingan diri sendiri, dan minum minuman keras secara berlebihan merupakan hal yang umum.

Akhirnya, seorang Saksi dari dekat rumah saya di Horní Benešov, yang sedang berkunjung ke Praha, mengatur agar Saksi-Saksi menghubungi saya. Dengan cara itu, pelajaran Alkitab saya dilanjutkan di Praha dengan seorang wanita bernama Eva. Pada akhir setiap pelajaran, Eva bertanya, ”Apakah kamu ingin saya berkunjung kembali minggu depan?” Ia tidak pernah memaksakan pendapatnya kepada saya, meskipun kadang-kadang saya menanyakan kepadanya apa yang akan ia lakukan seandainya berada di posisi saya.

”Saya tidak bisa memberi tahu kamu apa yang akan saya lakukan,” katanya. Lalu, ia mengarahkan perhatian pada apa yang terdapat dalam Alkitab agar saya dapat terbantu dalam membuat keputusan. Satu hal yang sangat merisaukan saya adalah hubungan saya dengan orang tua, maka saya menanyakan kepada Eva apakah saya mesti berhenti berhubungan dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Eva membukakan Keluaran 20:12, yang mengatakan bahwa kita harus menghormati orang tua. Lalu, ia bertanya, ”Menurutmu, mungkinkah ada pribadi yang hendaknya lebih kita utamakan daripada orang tua?”

Karena saya tidak yakin akan jawabannya, ia membukakan kata-kata Yesus dalam Alkitab, ”Dia yang memiliki kasih sayang lebih besar terhadap bapak atau ibu daripada terhadap aku tidak layak bagiku.” (Matius 10:37) Oleh karena itu, saya dapat memahami bahwa meskipun orang tua saya layak dihormati, Yesus, dan juga Bapak surgawinya harus lebih dikasihi. Eva selalu berupaya untuk menunjukkan prinsip Alkitab yang terkait, lalu membiarkan saya membuat keputusan.

Suatu Konflik Kepentingan

Akhirnya, pada bulan September 1982, saya kuliah di sebuah perguruan tinggi di Praha, tempat saya mempelajari agronomi. Namun, tidak lama kemudian, saya mendapati bahwa saya tidak dapat berkonsentrasi penuh pada kuliah saya dan pada saat yang sama memuaskan keinginan saya belajar Alkitab. Oleh karena itu, saya memberi tahu salah seorang dosen saya bahwa saya sedang mempertimbangkan untuk berhenti kuliah. ”Saya akan mempertemukan kamu dengan seseorang yang akan memahami perasaanmu dan membantumu,” katanya. Ia mengatur agar dekan perguruan tinggi itu berbicara dengan saya.

Sang dekan menyambut saya, lalu bertanya, ”Mengapa siswa terbaik kita ini ingin berhenti kuliah?”

”Karena saya tidak punya waktu lagi untuk hal lain yang juga menarik bagi saya,” jawab saya. Karena Saksi-Saksi Yehuwa dilarang di Cekoslovakia, saya tidak bermaksud menceritakan kepadanya alasan saya mau berhenti kuliah. Tetapi, setelah bercakap-cakap dengannya selama beberapa jam, saya merasa bahwa ia bisa dipercaya. Jadi, saya memberi tahu dia bahwa saya sedang mempelajari Alkitab.

”Pelajarilah kedua-duanya, Alkitab dan juga Marxisme,” kata dekan itu. ”Baru buat pilihan.” Bagi saya, perkataannya seolah-olah bahkan menganjurkan saya belajar Alkitab!

Persekongkolan Digagalkan

Akan tetapi, keesokan harinya, ia dan dosen saya menempuh perjalanan ke desa saya untuk mendatangi orang tua saya. Mereka memperingatkan orang tua saya bahwa saya berhubungan dengan sekte berbahaya dan terlarang, serta memberitahukan tentang keinginan saya untuk berhenti kuliah. ”Jika putri Anda memutuskan untuk berhenti kuliah,” sang dekan mewanti-wanti Ayah, ”kami akan memastikan bahwa ia tidak akan bisa mendapat pekerjaan di Praha, dan akhirnya dia harus pulang serta memutuskan hubungan dengan sekte itu.”

Pada bulan Januari 1983, saya berhenti kuliah. Seorang teman yang juga belajar Alkitab membantu saya menyewa kamar dari seorang wanita lansia. Karena saya sama sekali tidak tahu tentang kunjungan dekan itu kepada orang tua saya atau pesannya kepada Ayah, saya tidak sadar mengapa semua upaya saya mencari pekerjaan selalu gagal. Ibu kos saya turut prihatin mengenai hal itu sehingga, tanpa sepengetahuan saya, ia pergi menemui dekan itu untuk menanyakan alasan saya berhenti kuliah.

”Hati-hati!” dekan itu memperingatkan. ”Dia anggota sekte berbahaya Saksi-Saksi Yehuwa. Itulah sebabnya ia berhenti kuliah. Ia harus pulang ke desanya dan menghentikan hal itu. Saya memastikan bahwa ia tidak akan mendapat pekerjaan apa pun di Praha!”

Ketika ibu kos saya pulang malam itu, ia memanggil saya dan berkata, ”Alenka, tadi saya pergi ke kampusmu.” Saya berpikir bahwa saya harus mengemasi barang-barang saya dan keluar dari pondokan malam itu juga. Namun, ia berkata, ”Saya tidak setuju dengan tindakan dekanmu. Kamu boleh mempercayai apa pun yang kamu ingin percayai; yang penting adalah bagaimana kamu bertingkah laku. Saya akan membantumu mencari pekerjaan.” Dalam doa pada malam itu, saya bersyukur kepada Yehuwa atas bantuan-Nya.

Tidak lama kemudian, Ayah datang ke Praha untuk menjemput saya. Namun kali ini, argumennya tidak mampu menggoyahkan saya. Iman saya kepada Yehuwa dan janji-janji-Nya kini telah memiliki dasar yang lebih kuat. Akhirnya, ia pulang sendirian, dan untuk pertama kalinya, saya melihat ia menangis. Meskipun perjumpaan itu sangat mengharukan, hal itu membuat saya lebih dekat kepada Yehuwa. Saya ingin menjadi milik-Nya dan melayani Dia. Oleh karena itu, pada tanggal 19 November 1983, saya melambangkan pembaktian saya kepada Yehuwa dengan dibaptis dalam bak air di sebuah apartemen di Praha.

Keputusan Saya Diberkati

Beberapa waktu kemudian, saya ikut membantu produksi lektur-lektur Saksi yang dilarang. Pekerjaan itu menuntut tindakan pengamanan yang ketat, mengingat kalangan berwenang sudah memenjarakan beberapa orang yang didapati melakukan hal itu. Tugas pertama saya adalah membuat salinan Menara Pengawal yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Ceko, dengan menggunakan mesin tik. Salinan-salinan itu selanjutnya dibagikan kepada para Saksi untuk digunakan dalam pelajaran Alkitab.

Belakangan, saya diundang untuk ikut dalam kelompok yang bertemu di sebuah apartemen di Praha untuk memproduksi buku-buku. Sebagian besar mebel dikeluarkan dari sebuah ruangan, lalu kami menyusun halaman-halaman tercetak di sebuah meja panjang yang diletakkan di tengah-tengah ruangan. Setelah itu, halaman-halaman itu dilem atau dijilid hingga menjadi sebuah buku. Saya sering berpikir betapa senangnya kalau saya bisa mengerjakan itu sepenuh waktu.

Dulu, sebagai seorang pelopor dalam organisasi pemuda Komunis, saya berupaya mengajar anak-anak agar menjadi orang-orang yang lebih baik. Sebagai seorang Saksi-Saksi Yehuwa, saya terus membantu anak-anak muda, hingga beberapa di antara mereka menjadi hamba Yehuwa yang terbaptis. Meskipun belum ada anggota keluarga saya yang menjadi seorang Saksi, seperti yang Alkitab janjikan, saya memiliki banyak ayah, ibu, saudara lelaki, dan saudara perempuan rohani.—Markus 10:29, 30.

Pada tahun 1989, pemerintahan Komunis di negeri kami diganti dengan pemerintahan demokratis. Perubahan itu telah mendatangkan kebebasan hukum bagi Saksi-Saksi Yehuwa, sehingga kami dapat berhimpun untuk belajar Alkitab secara terbuka, mengabar dari rumah ke rumah tanpa perlu takut ditangkap, dan bepergian ke luar negeri guna menghadiri kebaktian-kebaktian internasional. Selain itu, kami tidak perlu khawatir lagi tentang interogasi, penangkapan, atau intimidasi!

Melayani bersama Suami

Pada tahun 1990, saya menikah dengan Petr, seorang rekan Kristen. Pada bulan April 1992, kami berdua dapat mewujudkan cita-cita kami menjadi perintis, sebutan Saksi-Saksi bagi orang-orang yang melakukan pekerjaan pengabaran sepenuh waktu. Akhirnya, pada bulan Juni 1994, kami diundang untuk bekerja di kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa di Praha. Kini, alih-alih memproduksi lektur Alkitab secara sembunyi-sembunyi, kami dapat bekerja secara terbuka dalam melayani kepentingan rohani orang-orang di seluruh Republik Ceko.

Beberapa tahun yang lalu, saya dan Petr sangat gembira ketika orang tua saya menyambut undangan kami untuk berkunjung ke fasilitas tempat kami tinggal dan bekerja bersama sekitar 60 anggota lain di kantor cabang. Setelah melihat-lihat tempat tinggal dan kantor kami, Ayah berkata, ”Ya, Ayah merasakan kasih sejati di antara kalian.” Perkataan itu adalah kata-kata Ayah yang terindah yang saya pernah dengar.

Menikmati Apa yang Dijanjikan Komunisme

Harapan kami untuk menikmati suatu dunia yang lebih baik melalui Komunisme benar-benar suatu impian belaka. Sejarah umat manusia telah memperlihatkan bahwa bahkan upaya-upaya umat manusia yang paling tulus pun tidak mampu menciptakan suatu masyarakat yang adil-benar. Saya yakin bahwa masih ada banyak orang yang akan sadar bahwa manusia tidak dapat menikmati kehidupan yang bahagia tanpa bantuan Allah.—Yeremia 10:23.

Saya sering teringat akan harapan Ayah agar saya menikmati apa yang ia sebut ”kehidupan yang sebenarnya”, yang menurutnya akan dicapai oleh Komunisme. Namun, saya telah menyadari dari pelajaran Alkitab bahwa apa yang disebut ”kehidupan yang sebenarnya”—kehidupan dalam dunia baru Allah yang adil-benar—merupakan satu-satunya janji yang pasti yang dapat diandalkan umat manusia. (1 Timotius 6:19) Saya berkata demikian karena, meskipun masih ditaklukkan oleh dosa dan ketidaksempurnaan manusiawi, orang-orang yang telah berupaya dengan tulus menerapkan ajaran Alkitab dalam kehidupan mereka sudah dapat hidup bersama dalam perdamaian dengan cara yang luar biasa. Mereka telah berhasil melawan segala upaya untuk memecah-belah persatuan mereka atau untuk memisahkan keterpautan mereka yang dibaktikan kepada Yehuwa, Allah mereka.

Peristiwa yang sangat berkesan adalah saat saya dan suami saya mendapat hak istimewa menjadi tamu pada penahbisan kantor cabang baru Saksi-Saksi Yehuwa di dekat Lviv, Ukraina, pada tanggal 19 Mei 2001. Di sana, saya berjumpa dengan Saksi-Saksi lain yang pernah menjadi anggota organisasi pemuda Komunis Pelopor Muda. Dahulu, mereka berharap, seperti saya juga, Komunisme akan mendatangkan perdamaian dan persatuan sejati di antara seluruh umat manusia. Vladimir Grigoriev, yang kini melayani bersama istrinya di kantor cabang Rusia, juga pernah menjadi anggota Pelopor Muda.

Tampaknya ironis untuk melihat bahwa di lokasi yang dahulunya adalah perkemahan musim panas Pelopor Muda, sekarang berdiri kantor cabang baru Saksi-Saksi Yehuwa. Karena terbatasnya ruang di kantor cabang, hanya 839 tamu dari 35 negeri yang dapat ditampung untuk acara penahbisan. Akan tetapi, keesokan paginya, 30.881 orang berkumpul di stadion sepak bola di Lviv untuk mendengar tinjauan acara pada hari sebelumnya. * Beberapa hadirin menempuh perjalanan selama enam jam atau lebih dari tempat-tempat yang jauh agar dapat hadir.

Namun, ketika hadirin mengetahui adanya pengaturan untuk berkunjung ke kantor cabang yang baru, mereka menaiki bus-bus yang mereka tumpangi untuk datang ke stadion itu. Menjelang sore hari, bus-bus itu mulai berdatangan di kantor cabang—tempat saya bersama suami saya mendapat hak istimewa untuk menginap—untuk berkeliling melihat-lihat kantor cabang. Pada petang itu, lebih dari 16.000 rekan seiman yang kami kasihi telah menikmati tur Betel mereka, naik bus, dan memulai perjalanan pulang yang bagi banyak di antara mereka adalah perjalanan yang panjang!

Di Ukraina, seperti di negara-negara Eropa Timur lainnya, jutaan orang percaya bahwa Komunisme merupakan harapan terbaik untuk menciptakan suatu masyarakat baru yang penuh damai. Akan tetapi, sekarang, di Ukraina saja ada lebih dari 120.000 orang yang turut memberitahukan Kerajaan Allah kepada orang-orang lain. Sebenarnya, banyak di antara kami yang dulunya Komunis telah yakin bahwa pemerintahan Allah-lah satu-satunya harapan sejati untuk mewujudkan persaudaraan yang tulus dan perdamaian di antara semua orang!

[Catatan Kaki]

^ par. 51 Pada saat yang sama, 41.143 orang lainnya berkumpul di sebuah stadion di Kiev—kira-kira 500 kilometer jauhnya—untuk turut mendengarkan tinjauan acara penahbisan. Total hadirin sebanyak 72.024 merupakan hadirin terbanyak untuk pertemuan Saksi-Saksi Yehuwa yang pernah diadakan di Ukraina.

[Gambar di hlm. 12]

Ketika saya berumur sepuluh tahun, tidak lama setelah bergabung dengan Pelopor Muda Komunis

[Gambar di hlm. 16]

Bersama suami saya, Petr

[Gambar di hlm. 16]

Vladimir, seorang mantan anggota Pelopor Muda Komunis yang bertemu dengan saya pada penahbisan kantor cabang Ukraina

[Gambar di hlm. 16, 17]

Lebih dari 30.000 orang di stadion ini mendengarkan tinjauan acara penahbisan

[Gambar di hlm. 17]

Lebih dari 16.000 orang mengunjungi fasilitas kantor cabang