Cara Tetap Memiliki Semangat Rela Berkorban
”Jika seseorang ingin mengikuti aku, hendaklah dia menyangkal dirinya sendiri.”
1. Teladan apa yang Yesus berikan dalam hal rela berkorban?
KETIKA berada di bumi, Yesus memberikan teladan yang sempurna dalam hal rela berkorban. Ia mendahulukan kehendak Allah di atas keinginan dan kenyamanannya sendiri. (Yoh. 5:30) Dengan tetap setia sampai mati di tiang siksaan, ia membuktikan bahwa ia bersedia mengorbankan apa saja demi kepentingan orang lain.
2. Apa artinya memiliki semangat rela berkorban? Mengapa kita harus memiliki semangat itu?
2 Sebagai pengikut Yesus, kita juga perlu menunjukkan semangat rela berkorban. Apa maksudnya? Itu berarti rela menomorduakan kepentingan sendiri demi membantu orang lain. Bisa dibilang, itu adalah kebalikan dari sikap egois. (Baca Matius 16:24.) Jika kita tidak egois, kita bisa mendahulukan perasaan dan pilihan pribadi orang lain. (Flp. 2:3, 4) Yesus mengajarkan bahwa sikap tidak egois sangat penting dalam ibadat kita. Mengapa begitu? Karena sebagai orang Kristen, kita harus memiliki kasih, dan kasih itu rela berkorban. Kasih inilah yang menjadi tanda pengenal murid Yesus yang sejati. (Yoh. 13:34, 35) Pikirkan berkat-berkat yang kita rasakan karena menjadi bagian dari persaudaraan sedunia yang menunjukkan semangat rela berkorban!
3. Apa yang bisa melemahkan semangat rela berkorban?
3 Namun, kita menghadapi musuh yang bisa secara perlahan melemahkan semangat rela berkorban kita. Musuh itu adalah kecenderungan kita untuk egois. Coba perhatikan contoh Adam dan Hawa. Meskipun sempurna, mereka menunjukkan sikap egois. Hawa ingin menjadi seperti Allah, dan Adam lebih ingin menyenangkan istrinya daripada menyenangkan Allah. (Kej. 3:5, 6) Setelah menyimpangkan Adam dan Hawa dari Allah, Si Iblis terus menggoda orang supaya menjadi egois. Ia bahkan berupaya menggoda Yesus. (Mat. 4:1-9) Pada zaman kita, Setan telah berhasil menyimpangkan banyak orang, dan ia memengaruhi mereka agar bersikap egois. Jika kita tidak waspada, sikap egois dari dunia ini bisa menulari kita juga.
4. (a) Apakah kita bisa menyingkirkan kecenderungan untuk egois? Jelaskan. (b) Pertanyaan apa saja yang akan kita bahas?
4 Sikap egois bisa disamakan dengan karat. Karat bisa muncul pada besi yang sering terkena udara dan air. Kalau diabaikan, itu bisa berbahaya karena karat itu akan semakin menyebar dan membuat besi keropos. Sama halnya, meski kita tidak bisa menyingkirkan ketidaksempurnaan dan kecenderungan untuk egois, kita perlu terus melawan kecenderungan itu. Jika kita tidak hati-hati, semangat rela berkorban kita bisa hilang. (1 Kor. 9:26, 27) Bagaimana kita bisa mengenali tanda-tanda sikap egois dalam diri kita? Dan, bagaimana kita bisa mengembangkan sikap rela berkorban kita?
GUNAKAN ALKITAB UNTUK MEMERIKSA DIRI
5. (a) Dalam hal apa Alkitab sama seperti cermin? (Lihat gambar di awal artikel.) (b) Sewaktu memeriksa diri, apa yang tidak boleh kita lakukan?
5 Kita bisa menggunakan cermin untuk memeriksa penampilan kita. Sama halnya, kita bisa menggunakan Alkitab untuk memeriksa kepribadian kita dan memperbaiki kesalahan yang kita dapati. (Baca Yakobus 1:22-25) Namun, cermin bisa bermanfaat hanya kalau kita menggunakannya dengan benar. Misalnya, kalau kita hanya becermin sekilas, kita mungkin tidak melihat kesalahan kecil namun serius dalam penampilan kita. Atau, kalau kita melihat cermin dari samping, kita malah melihat orang lain di cermin itu. Demikian pula, sewaktu menggunakan Alkitab untuk memeriksa diri apakah ada sifat buruk seperti sikap egois, jangan hanya membacanya sekilas atau menggunakannya untuk melihat kesalahan orang lain.
6. Selain ”meneliti hukum yang sempurna” apa lagi yang harus kita lakukan?
6 Misalnya, kita mungkin sudah membaca Alkitab setiap hari, tapi tetap tidak menyadari bahwa ada kecenderungan untuk egois yang berkembang dalam diri kita. Mengapa? Pikirkan ini: Dalam ilustrasi tentang pria yang ”melihat dirinya sendiri” di cermin, Yakobus menggunakan kata Yunani yang berarti pemeriksaan saksama. Jadi, pria itu memang melihat dengan saksama ke cerminnya, tapi hal itu tidak cukup. Yakobus mengatakan bahwa pria itu ”lalu pergi, dan segera lupa pria macam apa dia”. Ya, ia meninggalkan cerminnya tanpa melakukan apa pun untuk memperbaiki penampilannya. Sebaliknya, ”pelaku firman” tidak hanya ”meneliti hukum yang sempurna” tapi juga ”berkanjang dalam hal itu”. Jadi, ia tidak melupakan hukum yang sempurna dari Firman Allah, tapi ”berkanjang dalam hal itu”, atau terus mengikuti ajaran Alkitab. Yesus juga menekankan hal ini, ”Jika kamu tetap ada dalam perkataanku, kamu benar-benar muridku.”—Yoh. 8:31.
7. Bagaimana kita bisa menggunakan Alkitab untuk memeriksa apakah kita cenderung egois?
7 Jadi, agar bisa melawan kecenderungan untuk egois, pertama-tama kita harus membaca Firman Allah dengan saksama. Ini bisa membantu Saudara melihat hal-hal yang perlu Saudara perbaiki. Tapi, bukan hanya itu. Gali lebih dalam apa yang Saudara baca. Sewaktu membaca kisah Alkitab, bayangkan Saudara ada di sana. Pikirkan, ’Kalau saya ada dalam situasi ini, apa yang akan saya lakukan? Apakah saya akan bertindak dengan benar?’ Yang terpenting, setelah merenungkan apa yang Saudara baca, berupayalah sebisanya untuk menerapkannya. (Mat. 7:24, 25) Mari kita bahas kisah Raja Saul dan rasul Petrus. Kisah mereka bisa membantu kita tetap memiliki semangat rela berkorban.
CONTOH BURUK RAJA SAUL
8. Bagaimana sikap Saul sewaktu ia baru menjadi raja? Bagaimana ia menunjukkan hal itu?
8 Contoh Raja Saul menjadi peringatan bagi kita bahwa sikap egois bisa merusak semangat rela berkorban. Saat Saul baru menjadi raja, ia bersahaja dan rendah hati. (1 Sam. 9:21) Sewaktu ada orang Israel yang menentang kedudukannya, ia tidak menghukum mereka, meski ia bisa saja merasa berhak melakukannya karena yang melantik dia adalah Allah. (1 Sam. 10:27) Raja Saul mau dibimbing oleh roh Allah ketika memimpin bangsa Israel melawan bangsa Ammon sampai menang. Setelah itu, ia dengan rendah hati memuliakan Allah atas kemenangan itu.
9. Saul belakangan menjadi egois. Jelaskan.
9 Belakangan, Saul membiarkan sikap egois dan kesombongan berkembang dalam hatinya, sama seperti karat yang membuat besi keropos. Setelah mengalahkan orang Amalek, ia lebih memikirkan keinginannya sendiri daripada menaati Yehuwa. Karena tamak, Saul tidak menghancurkan harta orang Amalek seperti yang Allah perintahkan. Saul begitu sombong sampai-sampai ia mendirikan monumen bagi dirinya sendiri. (1 Sam. 15:3, 9, 12) Sewaktu nabi Samuel memberi tahu dia bahwa Yehuwa tidak senang, Saul berdalih bahwa ia sudah menaati perintah Yehuwa yang lain. Ia bahkan menyalahkan orang lain atas tindakannya. (1 Sam. 15:16-21) Karena sombong, Saul lebih memikirkan reputasinya daripada persahabatannya dengan Allah. (1 Sam. 15:30) Bagaimana kita bisa menggunakan contoh Saul sebagai cermin agar bisa tetap memiliki semangat rela berkorban?
10, 11. (a) Mengenai semangat rela berkorban, apa yang kita pelajari dari pengalaman Saul? (b) Bagaimana caranya agar kita tidak meniru contoh buruk Saul?
10 Pertama, pengalaman Saul mengingatkan kita untuk tidak menjadi terlalu percaya diri. Kita tidak bisa menganggap bahwa kita akan selalu memiliki semangat rela berkorban. Kita perlu terus mengupayakan sifat itu. (1 Tim. 4:10) Ingatlah, Saul awalnya baik dan menyenangkan Yehuwa, tapi ia tidak berupaya keras untuk menyingkirkan kecenderungan egois yang mulai ia miliki. Akhirnya, Yehuwa menolak Saul karena ketidaktaatannya.
11 Kedua, jangan hanya berfokus pada hal-hal baik yang sudah kita lakukan dan mengabaikan hal-hal yang perlu kita perbaiki. Ini sama saja seperti menggunakan cermin untuk mengagumi pakaian baru kita tapi tidak menyadari bahwa wajah kita kotor. Meski kita tidak sombong atau terlalu percaya diri seperti Saul, kita perlu menghindari kecenderungan apa pun yang bisa membuat kita menjadi seperti dia. Sewaktu diberi nasihat, kita hendaknya tidak seperti Saul yang berdalih atau menyalahkan orang lain. Akan jauh lebih baik kalau kita rela menerima nasihat.
12. Kalau kita melakukan dosa serius, semangat rela berkorban akan menggerakkan kita untuk melakukan apa?
12 Bagaimana kalau kita melakukan dosa serius? Saul ingin mempertahankan reputasinya, dan hal itu membuat dia tidak berupaya memperbaiki persahabatannya dengan Yehuwa. Sebaliknya, kalau kita memiliki semangat rela berkorban, kita akan mencari bantuan meski itu mungkin bisa membuat kita malu. (Ams. 28:13; Yak. 5:14-16) Sebagai contoh, seorang saudara menonton pornografi sejak umur 12 tahun, dan terus melakukannya dengan diam-diam selama lebih dari sepuluh tahun. Ia berkata, ”Sulit sekali mengakui perbuatan saya kepada istri saya dan para penatua. Tapi setelah saya mengaku, rasanya ada beban besar yang terangkat dari pundak saya. Beberapa teman saya sedih sewaktu hak istimewa saya sebagai hamba pelayanan dicabut, dan menganggap saya telah mengecewakan mereka. Tapi, saya tahu Yehuwa lebih berkenan dengan dinas saya sekarang dibanding waktu saya masih menonton pornografi, dan pandangan Dia-lah yang paling penting.”
CONTOH BAIK RASUL PETRUS
13, 14. Bagaimana Petrus memperlihatkan kecenderungan egoisnya?
13 Rasul Petrus menunjukkan semangat rela berkorban sewaktu ia dilatih oleh Yesus. (Luk. 5:3-11) Tapi, dia masih harus melawan kecenderungan untuk egois. Misalnya, ia marah sewaktu rasul Yakobus dan Yohanes meminta kepada Yesus kedudukan yang terhormat dalam Kerajaan Allah. Mungkin Petrus berpikir bahwa dialah yang harus mendapatkannya karena Yesus pernah berkata bahwa Petrus akan memiliki peranan penting. (Mat. 16:18, 19) Yesus memperingatkan Yakobus, Yohanes, Petrus, dan rasul-rasul yang lain agar tidak egois dan menganggap diri lebih baik daripada saudara-saudara mereka.
14 Bahkan setelah Yesus mencoba mengoreksi cara berpikirnya, Petrus masih punya kecenderungan untuk egois. Yesus pernah memberi tahu para rasul bahwa mereka akan meninggalkan dia untuk sementara waktu. Saat itu, Petrus mengatakan bahwa hanya dialah yang akan tetap setia, seolah-olah menunjukkan bahwa dia lebih baik daripada rasul lainnya. (Mat. 26:31-33) Ia seharusnya tidak bersikap terlalu percaya diri, karena malam itu juga, Petrus gagal menunjukkan sikap rela berkorban. Karena ingin melindungi diri sendiri, ia menyangkal Yesus tiga kali.—Mat. 26:69-75.
15. Mengapa teladan Petrus sangat membina kita?
15 Meski kadang Petrus gagal, dia tetap memberikan teladan yang membina kita. Karena upaya kerasnya dan bantuan roh kudus Allah, Petrus akhirnya bisa mengatasi kecenderungan egoisnya. Belakangan, ia bisa memperlihatkan pengendalian diri dan kasih yang rela berkorban. (Gal. 5:22, 23) Dia bertekun menghadapi banyak cobaan yang mungkin sebelumnya tidak akan bisa ia tanggung. Contohnya, sewaktu Paulus menegur Petrus dengan keras di hadapan orang lain, Petrus tetap rendah hati. (Gal. 2:11-14) Setelah menerima nasihat itu, Petrus tidak mendendam dan merasa nama baiknya telah tercemar. Ia tetap mengasihi Paulus. (2 Ptr. 3:15) Dengan memperhatikan teladan Petrus, kita bisa terus mengembangkan semangat rela berkorban.
16. Bagaimana kita bisa memperlihatkan sikap rela berkorban dalam situasi yang sulit?
16 Pikirkan bagaimana reaksi Saudara saat menghadapi situasi yang sulit. Sewaktu Petrus dan rasul lainnya dipenjarakan dan dipukuli karena mengabar, mereka bahagia karena ”dihina” sebagai pengikut Yesus. (Kis. 5:41) Saudara juga bisa menganggap penganiayaan sebagai kesempatan untuk meniru Petrus dan memperlihatkan sikap rela berkorban seperti Yesus. (Baca 1 Petrus 2:20, 21.) Sikap seperti ini bahkan bisa berguna sewaktu Saudara menerima disiplin dari para penatua. Ikutilah teladan Petrus dan jangan tersinggung.
17, 18. (a) Pertanyaan apa yang bisa kita pikirkan tentang cita-cita rohani kita? (b) Kalau kita merasa ada motif mementingkan diri dalam hati kita, apa yang bisa kita lakukan?
17 Kita juga bisa mengikuti teladan Petrus dalam hal menetapkan cita-cita rohani. Dalam upaya untuk meraih cita-cita itu, Saudara perlu terus menunjukkan sikap rela berkorban. Hati-hatilah agar motif Saudara bukan karena ingin dianggap sebagai orang penting. Pikirkanlah, ’Kenapa saya ingin berbuat lebih banyak untuk Yehuwa? Apakah karena saya ingin mendapat pujian atau kedudukan, seperti halnya Yakobus dan Yohanes?’
18 Kalau Saudara merasa ada motif mementingkan diri dalam hati Saudara, mintalah bantuan Yehuwa agar Saudara bisa mengoreksi cara berpikir dan sikap Saudara. Lalu, berupayalah lebih keras untuk memuliakan Yehuwa dan bukan diri sendiri. (Mz. 86:11) Saudara juga bisa menetapkan tujuan yang tidak menarik perhatian kepada diri sendiri. Misalnya, Saudara bisa mencoba mengembangkan salah satu buah roh yang masih sulit bagi Saudara. Atau, jika Saudara rajin mempersiapkan bahan perhimpunan, tapi kurang bersemangat membersihkan Balai Kerajaan, Saudara bisa menetapkan tujuan untuk menerapkan nasihat di Roma 12:16.
19. Apa yang bisa kita lakukan supaya tidak kecil hati sewaktu melihat diri kita dalam cermin Firman Allah?
19 Jika kita dengan saksama melihat diri kita di cermin Firman Allah dan melihat ada kekurangan atau kecenderungan untuk egois, kita mungkin merasa kecil hati. Kalau Saudara pernah merasa begitu, ingatlah pelaku firman dalam perumpamaan Yakobus. Yakobus tidak memberi tahu seberapa cepat pria ini menyelesaikan masalah yang ia lihat atau apakah ia bisa mengatasi semua kekurangannya. Tapi, Yakobus mengatakan bahwa pria ini terus ”meneliti hukum yang sempurna”. (Yak. 1:25) Pria itu mengingat apa yang ia lihat di cerminnya dan terus berupaya memperbaiki diri. Jadi, teruslah berpikir positif tentang diri Saudara sendiri, dan ingatlah bahwa kita semua tidak sempurna. (Baca Pengkhotbah 7:20.) Yehuwa bersedia menolong Saudara, sama seperti Ia menolong saudara-saudari yang lain. Jika Saudara mengikuti nasihat Alkitab dan terus menunjukkan semangat rela berkorban, Saudara akan menikmati perkenan dan berkat Yehuwa.