Hormatilah ”Apa yang Telah Disatukan Allah”
”Apa yang telah disatukan Allah tidak boleh dipisahkan manusia.”—MRK. 10:9.
NYANYIAN: 43, 52
1, 2. Menurut Ibrani 13:4, apa yang perlu kita lakukan?
KITA semua ingin menghormati Yehuwa karena Dia layak kita hormati. Kalau kita melakukan itu, Dia berjanji akan menghormati kita juga. (1 Sam. 2:30; Ams. 3:9; Why. 4:11) Dia juga ingin kita menghormati orang lain, misalnya pejabat pemerintah. (Rm. 12:10; 13:7) Tapi, kita khususnya perlu menunjukkan hormat dalam perkawinan.
2 Rasul Paulus menulis, ”Perkawinan harus dihormati semua orang dan juga tidak boleh tercemar.” (Ibr. 13:4) Paulus tidak sekadar berkomentar tentang perkawinan. Dia sedang memberi tahu orang Kristen bahwa mereka harus menghormati perkawinan, atau menganggapnya sangat berharga. Apakah seperti itu pandangan Saudara tentang perkawinan, khususnya perkawinan Saudara sendiri jika Saudara sudah menikah?
3. Nasihat penting apa yang Yesus berikan tentang perkawinan? (Lihat gambar di awal artikel.)
3 Jika Saudara menganggap perkawinan sangat berharga, Saudara meniru contoh yang sangat bagus dari Yesus. Dia sangat menghormati perkawinan. Saat orang Farisi bertanya tentang perceraian, Yesus mengutip apa yang Allah katakan tentang perkawinan manusia pertama: ”Seorang pria akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan keduanya akan menjadi satu.” Yesus menambahkan, ”Apa yang telah disatukan Allah tidak boleh dipisahkan manusia.”—Baca Markus 10:2-12; Kej. 2:24.
4. Sewaktu membuat perkawinan, apa kehendak Allah?
4 Yesus mengakui bahwa Yehuwa-lah yang membuat perkawinan dan bahwa perkawinan bukan hanya untuk sementara. Ketika Allah menikahkan pasangan pertama, Adam dan Hawa, Dia tidak pernah mengatakan bahwa mereka bisa bercerai. Sebaliknya, Allah ingin agar ”keduanya” terikat perkawinan untuk selamanya.
PENGATURAN PERKAWINAN BERUBAH UNTUK SEMENTARA
5. Apa pengaruh kematian atas perkawinan?
5 Namun ketika Adam berdosa, ada banyak hal yang berubah. Salah satunya, manusia mulai mengalami kematian, dan itu berpengaruh pada perkawinan. Rasul Paulus menjelaskan kepada orang Kristen bahwa kematian mengakhiri perkawinan dan bahwa pasangan yang masih hidup bebas menikah lagi.—Rm. 7:1-3.
6. Dari Hukum Musa, apa yang bisa kita pelajari tentang pandangan Allah mengenai perkawinan?
6 Hukum yang Allah berikan kepada Israel berisi perincian tentang perkawinan. Misalnya, seorang pria Israel boleh punya lebih dari satu istri. Kebiasaan ini sudah ada bahkan sebelum Allah memberikan Hukum Musa. Namun, Hukum Musa melindungi wanita dan anak-anak agar tidak diperlakukan semena-mena. Misalnya, jika seorang pria Israel menikahi seorang budak lalu menikah lagi dengan wanita lain, dia tetap harus memenuhi kebutuhan istri pertamanya seperti sebelumnya. Allah mewajibkan pria itu untuk terus melindungi dan memenuhi kebutuhan istri pertamanya. (Kel. 21:9, 10) Sekarang, kita tidak mengikuti aturan Hukum Musa. Tapi, Hukum Musa menunjukkan pandangan Allah tentang perkawinan. Dia menganggap perkawinan sangat berharga. Jadi, kita juga ingin menghormati perkawinan.
7, 8. (a) Menurut Ulangan 24:1, apa yang dikatakan Hukum Musa tentang perceraian? (b) Apa pandangan Yehuwa tentang perceraian?
7 Apa yang dikatakan Hukum Musa tentang perceraian? Sejak awal, Yehuwa memang tidak pernah ingin suami dan istri bercerai. Tapi melalui Hukum Musa, Allah mengizinkan pria Israel menceraikan istrinya jika pria itu ”menemukan hal yang tidak pantas padanya”. (Baca Ulangan 24:1.) Hukum itu tidak menjelaskan apa yang bisa dianggap sebagai ”hal yang tidak pantas”. Namun, itu pasti sesuatu yang sangat serius atau menjadi aib, bukan kesalahan kecil. (Ul. 23:14) Sayangnya, pada zaman Yesus, banyak orang Yahudi menceraikan istri mereka ”dengan alasan apa pun”. (Mat. 19:3) Kita pasti tidak mau mengembangkan sikap seperti itu.
8 Pada zaman Nabi Maleakhi, banyak pria menceraikan istri pertama mereka. Mereka mungkin ingin menikahi wanita yang lebih muda, yang tidak melayani Yehuwa. Tapi, Allah menunjukkan dengan jelas perasaan-Nya tentang perceraian. Dia mengatakan, ”Aku membenci perceraian.” (Mal. 2:14-16) Jelaslah, pandangan Allah tentang perkawinan tidak pernah berubah sejak awal. Allah tetap ingin agar seorang pria ”terus bersama istrinya, dan . . . menjadi satu”. (Kej. 2:24) Yesus mendukung pandangan Yehuwa saat dia mengatakan, ”Apa yang telah disatukan Allah tidak boleh dipisahkan manusia.”—Mat. 19:6.
SATU-SATUNYA ALASAN UNTUK BERCERAI
9. Apa maksud kata-kata Yesus di Markus 10:11, 12?
9 Ada yang mungkin bertanya, ’Apakah ada alasan yang membuat orang Kristen boleh bercerai dan menikah lagi?’ Perhatikan apa yang Yesus katakan: ”Kalau seseorang menceraikan istrinya dan menikah dengan orang lain, dia berzina terhadap istrinya. Kalau ada wanita yang menceraikan suaminya lalu menikah dengan orang lain, dia juga berzina.” (Mrk. 10:11, 12; Luk. 16:18) Jelaslah, Yesus menghormati perkawinan, dan dia ingin orang lain juga seperti itu. Jika seorang pria atau wanita menceraikan teman hidupnya yang setia lalu menikah lagi, dia dianggap berzina. Mengapa? Karena bagi Allah, mereka masih ”satu daging”. Perkawinan mereka tidak berakhir hanya karena mereka bercerai. Yesus juga mengatakan bahwa jika seorang pria menceraikan istrinya yang tidak bersalah, itu bisa membuat sang istri berzina. Apa maksudnya? Pada zaman itu, seorang wanita yang diceraikan mungkin merasa harus menikah lagi supaya bisa mendapat dukungan materi. Kalau dia menikah lagi, itu sama dengan berzina.
10. Apa satu-satunya alasan orang Kristen bisa bercerai dan bebas menikah lagi?
10 Yesus mengajarkan bahwa ada satu alasan seseorang bisa bercerai. Dia mengatakan, ”Kalau seseorang menceraikan istrinya, kecuali karena perbuatan cabul, lalu menikah dengan orang lain, dia berzina.” (Mat. 19:9) Dia juga mengatakan hal yang sama dalam Khotbah di Gunung. (Mat. 5:31, 32) Dalam dua kesempatan itu, Yesus menggunakan istilah ”perbuatan cabul”. Istilah ini mencakup dosa seperti perzinaan, pelacuran, juga hubungan seks di luar nikah, dengan sesama jenis, dan dengan binatang. Misalnya, jika seorang pria yang sudah menikah melakukan perbuatan cabul, istrinya bisa memutuskan apakah dia mau menceraikan suaminya itu atau tidak. Jika mereka bercerai, Allah tidak lagi menganggap mereka sebagai suami istri.
11. Mengapa seorang Kristen mungkin memutuskan untuk tidak bercerai walaupun teman hidupnya melakukan perbuatan cabul?
11 Perhatikan bahwa Yesus tidak mengatakan bahwa jika seorang suami atau istri melakukan perbuatan cabul, teman hidupnya yang tidak bersalah harus menceraikan dia. Misalnya, seorang istri mungkin memilih untuk tidak bercerai meskipun suaminya melakukan perbuatan cabul. Mengapa? Dia mungkin masih mencintai suaminya, mau memaafkannya, dan mau berusaha untuk memperbaiki perkawinan mereka. Selain itu, jika mereka bercerai dan dia tidak menikah lagi, dia akan menghadapi beberapa kesulitan. Misalnya, bagaimana dengan kebutuhan materi dan kebutuhan seksualnya? Apakah dia akan kesepian? Apa dampak perceraian atas anak-anaknya? Apakah akan lebih sulit untuk membesarkan mereka dalam kebenaran? (1 Kor. 7:14) Jelaslah, jika teman hidup yang tidak bersalah memilih untuk bercerai, ada beberapa kesulitan serius yang akan dia alami.
12, 13. (a) Apa yang terjadi dengan perkawinan Hosea? (b) Mengapa Hosea menerima Gomer kembali, dan apa yang kita pelajari dari perkawinan Hosea?
12 Pengalaman Nabi Hosea mengajar kita banyak hal mengenai pandangan Allah tentang perkawinan. Allah menyuruh Hosea untuk menikahi seorang wanita bernama Gomer, yang ”akan melacur” dan ”punya anak dari pelacurannya”. Hosea dan Gomer punya anak laki-laki. (Hos. 1:2, 3) Kemudian, Gomer punya anak perempuan dan anak laki-laki lagi, kemungkinan besar dari pria lain. Meski Gomer berzina lebih dari satu kali, Hosea tidak menceraikan dia. Gomer belakangan meninggalkan Hosea dan menjadi budak. Tapi, Hosea membelinya kembali. (Hos. 3:1, 2) Yehuwa menggunakan Hosea untuk menunjukkan bahwa Dia berulang kali mengampuni Israel walaupun bangsa itu menyembah allah-allah lain dan tidak setia kepada-Nya. Apa yang bisa kita pelajari dari perkawinan Hosea?
13 Jika teman hidup seorang Kristen melakukan perbuatan cabul, orang Kristen yang tidak bersalah itu harus membuat keputusan. Yesus berkata bahwa teman hidup yang tidak bersalah itu punya alasan yang sah untuk bercerai dan bebas menikah lagi. Tapi, kalau teman hidup yang tidak bersalah itu memilih untuk memaafkan teman hidupnya, itu tidak salah. Hosea menerima Gomer kembali. Setelah Gomer kembali kepada Hosea, Hosea memberi tahu dia bahwa dia tidak boleh berzina lagi. Untuk sementara, Hosea tidak berhubungan seks dengan istrinya. (Hos. 3:3) Tapi pada akhirnya, Hosea pasti kembali berhubungan seks dengan istrinya. Ini melambangkan kerelaan Allah untuk menerima kembali Israel dan terus berurusan dengan mereka. (Hos. 1:11; 3:3-5) Apa hubungan kisah ini dengan perkawinan sekarang? Jika teman hidup yang tidak bersalah mulai berhubungan seks lagi dengan teman hidupnya yang bersalah, itu berarti teman hidup yang tidak bersalah sudah mengampuni teman hidupnya itu. (1 Kor. 7:3, 5) Setelah itu, dia sudah tidak punya lagi alasan yang sah untuk menceraikan teman hidupnya. Mereka harus bekerja sama dan saling membantu agar bisa memandang perkawinan seperti cara Allah memandangnya.
HORMATI PERKAWINAN MESKI ADA MASALAH BERAT
14. Menurut 1 Korintus 7:10, 11, apa yang bisa terjadi dalam perkawinan?
14 Semua orang Kristen harus menghormati perkawinan, sama seperti Yehuwa dan Yesus. Namun, kadang ada yang tidak melakukannya, karena kita semua tidak sempurna. (Rm. 7:18-23) Maka, tidak heran jika di sidang Kristen abad pertama, ada pasangan yang menghadapi masalah berat dalam perkawinan mereka. Karena itu, ada yang kadang sampai berpisah, padahal Paulus menulis bahwa ”istri tidak boleh berpisah dari suaminya”.—Baca 1 Korintus 7:10, 11.
15, 16. (a) Saat ada masalah dalam perkawinan, apa seharusnya tujuan dari suami istri, dan mengapa? (b) Bagaimana nasihat ini bisa dijalankan jika seorang teman hidup bukan penyembah Yehuwa?
15 Paulus tidak memberitahukan apa saja yang membuat pasangan suami istri berpisah. Tapi kita tahu bahwa itu bukanlah masalah seperti perbuatan cabul, karena jika itu yang terjadi, teman hidup yang tidak bersalah punya alasan untuk meminta cerai lalu menikah lagi. Paulus menulis bahwa istri yang berpisah dari suaminya ”harus tetap tidak menikah” atau ”rujuk dengan suaminya”. Jadi, Allah masih menganggap pasangan itu sebagai suami istri. Paulus mengatakan bahwa tidak soal apa masalah yang dialami pasangan suami istri, jika tidak ada yang berbuat cabul, mereka harus punya tujuan untuk rujuk, yaitu mengatasi masalah mereka dan tetap bersama. Mereka bisa meminta bantuan para penatua. Para penatua tidak akan membela salah satu pihak, tapi mereka bisa memberikan nasihat dari Alkitab.
16 Tapi, bagaimana jika seorang Kristen punya teman hidup yang bukan penyembah Yehuwa? Saat ada kesulitan dalam perkawinan, apakah tidak masalah kalau mereka berpisah? Kita sudah membahas bahwa perbuatan cabul bisa menjadi alasan yang sah untuk bercerai. Tapi Alkitab tidak memberitahukan alasan-alasan bagi suami istri untuk berpisah. Paulus menulis, ”Kalau seorang saudari memiliki suami yang tidak seiman, dan suaminya mau tetap bersama dia, dia tidak boleh meninggalkan suaminya.” (1 Kor. 7:12, 13) Ayat itu berlaku sampai sekarang.
17, 18. Mengapa banyak orang Kristen memilih untuk tidak berpisah meski perkawinan mereka bermasalah?
17 Namun dalam beberapa kasus, seorang ”suami yang tidak seiman” menunjukkan bahwa dia tidak mau ”tetap bersama” istrinya. Misalnya, dia mungkin dengan kejam menganiaya istrinya secara fisik, bahkan mungkin sampai istrinya merasa kesehatan atau nyawanya terancam. Dia mungkin tidak mau menafkahi istri dan keluarganya atau membuat istrinya sama sekali tidak bisa melayani Allah. Jika itu yang terjadi, seorang istri Kristen mungkin menyimpulkan bahwa suaminya tidak mau ”tetap bersama” dia, tidak soal apa yang mungkin dikatakan suaminya. Jadi menurutnya, dia perlu berpisah dengan suaminya. Tapi, orang Kristen lain yang juga mengalami hal yang mirip mungkin memutuskan untuk tidak berpisah. Mereka tetap tabah dan berusaha memperbaiki perkawinan mereka. Mengapa mereka memilih hal itu?
18 Kalaupun mereka berpisah, mereka masih terikat perkawinan dan akan menghadapi berbagai kesulitan yang tadi kita bahas. Rasul Paulus memberitahukan alasan lain untuk tidak berpisah. Dia menulis, ”Suami yang tidak seiman dianggap suci karena istrinya itu, dan istri yang tidak seiman dianggap suci karena suaminya itu. Kalau tidak, anak-anak kalian akan najis. Tapi sekarang, mereka suci.” (1 Kor. 7:14) Walaupun menghadapi masalah yang sangat berat dalam perkawinan, banyak orang Kristen memutuskan untuk tidak berpisah dengan teman hidupnya yang tidak melayani Yehuwa. Orang Kristen yang membuat pengorbanan itu khususnya sangat senang saat pasangan mereka yang tidak seiman akhirnya menjadi Saksi Yehuwa.—Baca 1 Korintus 7:16; 1 Ptr. 3:1, 2.
19. Mengapa ada banyak perkawinan yang berhasil dalam sidang Kristen?
19 Yesus memberikan nasihat tentang perceraian, dan Rasul Paulus memberikan nasihat tentang perpisahan. Yesus maupun Paulus ingin agar semua hamba Allah menghormati perkawinan. Sekarang di sidang Kristen di seluruh dunia, ada sangat banyak perkawinan yang bahagia. Para suami setia dan menyayangi istri mereka, dan para istri menyayangi dan merespek suami mereka. Saudara mungkin melihat banyak pasangan seperti ini di sidang Saudara. Mereka semua menunjukkan bahwa kita bisa menghormati perkawinan. Kita senang karena jutaan pasangan suami istri membuktikan bahwa kata-kata Allah ini benar: ”Seorang pria akan meninggalkan ayah dan ibunya dan akan terus bersama istrinya, dan keduanya akan menjadi satu.”—Ef. 5:31, 33.
MENARA PENGAWAL—EDISI PELAJARAN